Jika hal ini terus berlanjut tanpa
ada tindakan yang tegas dari sekolah, dia akan terus melakukan hal-hal yang
lebih parah lagi!” kata seseorang lelaki berumur kira-kira 50 tahun tersebut di
ruang guru saat rapat.
“Sebaiknya
kita beri surat panggilan kepada orangtuanya. Agar mereka tahu bagaimana
sekipanya selama di sekolah.” Seorang wanita berambut pendek yang lebih muda
menyahut.
“Sama
saja, tidak ada gunanya. Orangtuanya tidak pernah ada waktu untuknya. Diberi
surat panggilanpun paling-paling langsung dibuangnya ke tempat sampah, tanpa
menyerahkan ke orangtuanya.” Celetuk wanita berkaca mata diamping pintu.
“Atau
langsung kita keluarkan saja dia dari sekolah?” sahut seorang lelaki yang
berada di sepan wanita tersebut.
“Tunggu
dulu,pak.” Seorang wanita berjilbab yang berada tepat dibelakang lelaki
tersebut,turut bicara. Namun dengan nada lebih rendah. “Sebenarnya itu bukanlah
masalah serius.”
“Apa
maksud ibu?” lelaki pertama yang ternyata kepala sekolah menyanggah dengan nada
tinggi.
“Anak
itu telah ke sekian kalinya membuat hancur hati ibu. Apa ibu tidak terhina atas
kelakuannya?”
“Tidak,
pak.” Dengan nada rendah dan datar,wanita tersebut menjawab.
` Bel
berbunyi tiga kali tanda masuk kelas. Anak-anak langsung masuk ke dalam kelas
masing-masing untuk menerima pelajaran. Beberapa anak laki-laki masih terlihat
di depan kelas sambil tertawa-tawa dan menjahili teman yang lain. Bu Narendra
yang mengajar Matematika di kelas XI-O3 terlihat menenteng tas di tangan kanan,
dansetumpuk buku-buku tebal di tangan kirinya. Anak-anak yang berada di luar
lantas masuk kelas. Susasana hening.
Bu
Narendra langsung menyebar pengelihatannya ke seluruh sudut ruangan untuk
mencari murid kesayangannya. Namun dibenci seluruh guru. Dan,ketemu. Di sudut
ruangan ia bersandar pada tembok di sebelah kanannya. Ia tempak membuka-buka
buku paketnya,mencari materi hari itu. Bu Narendra pun tersenyum kecil.
“Kita
lanjutkan meteri yang kemarin. Sebagai pembuka,saya akan memberikan kalian soal
untuk mengingatkannya.” Kemudia Bu Narendra berbalik badan, menuliskan soal di
papan putih dengan spidol. Lima soal pun tertulis disana. Triogonometri. “ Saya
beri waktu lima menit untuk mengerjakannya. Setelah itu kita bahas bersama.
Lalu kita akan belajar materi selanjutnya. Silahkan dikerjakan.”
Biasanya
kelas akan menjadi ramai karena murid-murid bertanya cara mengerjakan. Namun
kali ini susasana hening. Mungkin murid-murid sudah paham dengan materi yang
disampaikan Bu Narendra waktu lalu. Lima menitr berlalu…
Lelaki
tersebut tidak mampu menatap Bu Narendra. Ia langsung mendekati anak yang
bernama Iman itu.
“Saya
tidak inging menunjuk siswa yang lain untuk nomer pertama. Saya hanya ingin
kamu yang mengerjakan. Berdirilah. Dan kerjakan soal ini. Ini pasti terlalu
mudah untuk kamu.” Masih dengan nada yang sopan,seperti berbicara dengan orang
yang lebih tua. Iman lantas berdiri. Se;uas senyum gembira dari bibir manis Bu
Narendra tercipta,. Namun segera memudar saat Iman langsung keluar kelas. Tanpa
mengerjakan soal dipapan. Beberapa anak terkejut atas sikap Iman.
“Baru
masuk dua bulan sudah buat masalah saja anak itu.” Celetuk siswa berambut jabrik
setelah Iman hilang di balik pintu dengan nada kesal.
“Masik
untung sekoalah ini mau menampungnya. Coba kalau tidak. Mungkin di sekarang sudah
sekolah di SLB!” sahut seorang lagi yang berada di dereatan bangku depan.
Sesaat kelas menjadi ramai membicarakan Iman. Meski sakit hati Bu Narendra ,
namun beliaupun menyuruh supaya siswa tidak rebut.
Hingga
pelajaran usai,Iman tak kunjung kembali ke kelas. Dengan berat hati Bu Narendra
harus meninggalkan kelas XI-O3 tersebut. Tak hanya sekali itu Bu Narendra
diperlakukan Iman selakyaknya mush berat. Bahkan , pada awal masuk sekolah
ini,karena ia adalah murid baru, Iman pernah menyebut Bu Narendra tidak becus
mengajar. Yang lebih parah,ia pernah merokok di jam pelajaran BuNarendra di
dalam kelas!.
Bukan
hanya kepada Bu Narendra. Namun juga kepada guru yang lain. Terutama guru
perempuan yang hanya berjumlah lima di sekolah kejuruan tersebut. Namun Bu
Narendra diam saja. Tak pernah mengeluhkan sukap Iman yang seperti ini
terhadapnya. Ia berharap akan menemukan sisi baik dari siswa barunya itu.
Mesuki bagai mencari sehelai bulu kucing didalam lautan kapas.
Satu
semester berlalu. Nilai Iman cukup memuaskan. Tak ada satupun mata pelajaran
yang nilainya kurang dari tujuh. Banyak siswa dan guru yang yang tak percaya
akan nilai yang didapat Iman. Merke mengira Iman pasti menyontek. Ia tak
mungkin bertanya , karena tak satupun anak dikelasnya yang mau berbicara dengan
anak sedingin Iman. Namut terdapat angka Sembilan koma lima di mata
pelajaran Matematika. Ini cukup membuktikan bahwa di bidang ini ia tak
menyontek. Atau mungkin Iman mencari jawaban dari internet?. Itu satu-satunya
jawaban dari semua orang.
Sekuat
tenaga Bu Narendra mencari cara untuk membuktikan bahwa Iman tak seburuk yang
mereka pikirkan selama ini. Akhirnya Bu Narendra memutuskan untuk mengunjungi
rumah Iman, yang tak satu siswa dan guru pun mengetahui secara pasti letak
rumahnya.
Ternyata
kawasan elit itu ia tinggal. Ia mengunjungi di waktu tidak ada jam mengajar. Bu
Narendra hampir tak percaya. Rumahnya besar, indah. Terdapat bunga-bunga dan
rumput hijau menyambut siapapun yang memasuki area rumahnya. Ada pula garasi
yang terbuka. Nampakny seserang baru saja meletakan kendaraannya di sana. Ada
sebuah mobil Mercedes silver, sebuah motor Kawasaki biru,dan sebuah motor
matic. Padahal tiap harinya Iman hanya naik bus! Dan ia tak pernah memamerkan
kekayaannya seperti jaket,septum baru,jam tangan, dan peralatan lainnya. Ia
berpenampilan layaknya anak biasa.
Seorang
wanita menyambutnya dengan agak maulu dan mempersilahkan duduk. Nampaknya ia
adalah pembantu. Interior rumahnyapun bak kerajaan. Seorang nenek-nenek dating
mengahampiri Bu Narendra diikuti pembantu yang membawakan dua gelas air minum.
Setelah mengenalkan diri dan memberitahu maksud kedatangannya, Bu Narendra
langsung kepada pointnya.
Ternyata
benar apa yang telah diduga Bu Narendra. Kehidupan Iman tak semulus anak yang
lain. Karena kedua orangtuannya businessman, ia kurang mendapat
perhatian. Terutama ibunya yang selalu ke luar kota dan sejak kecil ia jarang
ketemu. Itu kah sebab mengapa ia berbuat tidak baik pada guru wanita.
“Itulah
alasan mengapa nak Iman tidak mau sekolah di SMU yang kembanyakan ada
perempuan. Jadi nak Iman masuk ke STM yang kebanykan laki-laki.” Nenek
Rina menjelaskan.
“Aku
pulang… .” suara yang taka sing di telinga Bu Narendra an Nenek Rina. Iman. Ia
terpanjat ketika mendapati Bu Narendra di dalam rumahnya, tepat di depanya. Bu
Narendra lantas memohon diri untuk pulang. Nenek Rina mencegah Bu Narendra.
Namun alas an pekerjaan belum selesai-lah yang membuat Nenek Rina menyerah.
“Bu
Narendra punya kandidat untuk mengikuti olympiade minggu depan?” Tanya kepala
sekolah suatu hari.
“Sebernarnya
suda,pak… . Namun saya yakin pasti bayka yang tidak setuju.”
“Benarkah?
Siapa,bu?”
“Yuki Imansyah.” Pak Ferdi,kepala
sekolah,terkejut mendengarnya. Namun beliau tidak berkata apa-apa. Memang kemampuan
Iman di bidang Matematika lebih unggul dibandingkan siswa lain. Namu,mestikah
Iman?? Pertanyaan itu kemudia membuat seluruh anggota sekolah tersebut terpaksa
mengakui kemampuan Iman.
Ajang
olympiade telah di depan mata. Saat hendak berangkat,sosok Iman tak kunjung
darang. Sudah lama Bu Narendra menunggu. Setelah lama waktu terbuang,akhirnya
Bu Narendra memutuskan untuk membatalkan keikutsertaan sekolah lewat ponsel.
“Tunggu
dulu,Bu. Bu Narendra dari SMK 17 Negeri Timur?” kata seorang petugads yang
mencatat kehadiran peserta.
“Iya.
Benar , pak. Ada apa?”
“Anak
didik ibu yang bernama… . Ah,ini dia. Yuki Imansyah. Dia sudah menunggu ibu
disini sejak lima belas menit lalu.”
Kata petugas itu lagi yang mengagetkan Bu Narendra. Bu Narendra langsung melucur
ke tempat olympiade yang membutuhkan wakyu dua puluh menit dari sekolah
menggunakan mobil.
Kegiatan
berlangsung sengit namun sportif. Iman yang sikapnya dingin,begitu di depan
lawan-lawannya seoalah-olah langsung menjadi dirinya yang lain. Begitu semangat
dan tidak emosi. Acara berakhir. Pengumuman pemenang akan diberitahukan dua
hari kemudian.
“Kamu
dating ke sini dengan siapa?” Tanya Bu Narendara begitu Iman ada di didepannya.
Lama Iman berpikir sambil memandang Bu Narendra dengan pandangan bingung.
“Motor.”
Jawabnya singkat. Dan,, iya. Motor Ninja yang dilihat Bu Narendra di rumahnya
terlihat lagi di parkir gedung itu. Bu Narendra mengajak Iman untuk
makan-makan. Namun ia menolak Iman berkata bahwa akan menjemput seseorang di
bandara yang tak jauh dari sana. Itulah alasannya membawa motor. Dan,Iman
terlihat gagah mengendarai motor itu.
Pengumuman
hasil olympiade membuat seisi sekolah dengan alasan apapun, harus
mempercayainya. Iman keluar sebagai juara pertama. Seoalah-oalah atmosfir
sekolah berubah seratus delapan puluh derajad. Hampir seluruh siswa dan guru
memberi ucapan selamat dan mulai mau berbicara dengannya.
Sejak
olympiade itulah, Iman sedikit demi sedikit mulai membuka diri. Tak bersifat
dingin,tidak kasar,murah senyum,banyak teman, dan mulai disukai guru. Itu semua
berkat Bu Narendra. Namun dilain sisi, ia masih merasa kesepian. Suatu kasih
saying yang belum pernah ia rasakan sejak ia dilahirkan. Sosok IBU… .
Karya : Siswa SMA Negeri 1 Tunjungan
0 komentar:
Posting Komentar