Senin, 05 September 2016

1000 BANGAU KERTAS Karya S. Rejeki (XII IPS 3)

          “Haaaah… Aku ingin berteriak sekeras mungkin. Aku ingin mengadu tentang semua ini. Tetapi pada siapa aku dapat mencurahkan semuanya?”.Keluh Azkia gadis remaja yang sedang dilanda kesepian. Ia yang selalu merindukan sosok teman sejati yang benar-benar mengerti hidupnya.  “Haruskah aku mengadu pada matahari ataukah pada bulan yang selalu tampakkan cahayanya dari jendela kamarku?”
            Azkia merasa terasingkan didalam teman-temannya maupun didalam keluarganya. Tak ada satu pun yangb peduli dengannya terkecuali neneknya. Ibunya bekerja di negeri orang,karena urusan perusahaan yang mengharuskan beliau seperti itu. Sedangkan ayahnya,entah dimana keberadaannya. Sejak kecil ia hanya brerteman dengan nenek dan ibu. Itu pun tak seyiap hari ibu dapat menemani hara-hari Azkia.
           Mentari pagi menampakkan sinar hangatnya, seakan-akan meyapa Azkia dalam cerahnya pagi hari itu. Seperti biasa ,Azkia menjalani aktifitasnya sehari-hari yang sering dilakukan. Dengan langkah berat, ia menampakkan kaki untuk menuju sekolah. Ia dengan langkah yang lemas mulai menuju keruang kelasnya. Ia menyeretkan tas selempangnya dan menaruhnya dengan kasar diatas meja. Teman-teman disampingnya menoceh tidak jelas dan terdengar keras ditelinganya. “Buatlah 1000 banguu kertas, dan tulis disetiap bangau itu sebuah harapan yang selama ini kamu pendam. Karena dengan itu harapan kamu pada ke-1000 bangau kertas tersebut akan terwujud. Percayalah.”
           Dengan rasa heran dan kaget, spontan ia mengangkat kepala. “Ternyata tiadak ada satu orang pun di kelas ini. Mungkin ini hanya halusinasiku saja”. Ujar Azkia Nampak kebingungan. “Terkadang dunia memang kejam.” Azkia mendengarkan kembali suara yang tak jelas darimana asalnya.
           Bel sekolah bordering tiga kali tanda siswa untuk pulang. Azkia memutuskan untuk bergegas pulang kerumah , karena ia sudah tidak sabar ingin belajar membuat bangau kertas bersama nenek. Sesampai dirumah, ia melihat nenek sedang asyik merangkai bunga mawar yang akan pengharum serta hiasan ruangan. “Nenek , Kia pulang.” Sapa Azkia kepada nenek. “Nek bisa ajarkan sku membuat bangau kertas?”. Sambungnya. “Nenek tentu bisa membanyu kamu, kamu kan cucu kesayangan nenek. Memang untuk apa? Tumben-tumben sekali kamu  minta ajarkan nenek membuat bangau kertas “. Tanya nenek , setengah agak mengejek cucunya itu.
           “Nah, begitu caranya. Kamu sudah pahamkan dengan apa yang nenek ajarkan tadi?”.  Azkia mengangguk tanda mengerti. Sebagai tanda terima kasih,Azkia mencium kedua pipi neneknya diruang tamu dengan secangkir the hangat yang menemani nenek.
            Azkia mulai membuat bangau kertas dan menuliskan sebuah harapan pada setiap bangau kertas yang di buat itu. Di penuhinya tasnya dengan tumpukan kertas berwarna-warni untuk membuat bangau kertas. Yang katanya akan mengabulkan harapan apabila talah dibuat 1000 bangau kertas.
            Tiada hari tanpa membuat bangau kertas. Nenek hanya bisa tersenyum dan geleng-geleng kepala jika ia melihat aku sedang asyik membuat bangau kertas itu.
            Baginya, dunia ini sangat kejam. Karena dalam hidupnya, ia harus terpisah dengan orang-orang yang ia cintai dan sayangi. “Mungkin, orang-orang telah menganggapku gila atau apalah’ hanya karena aku selalu mengasingkan diri dari mereka.”  Keluhnya merasa sebal dengan kenyataan yang harus ia terima.
            “Dan tak jarang mereke memergoki ku sedang berbicara dengan Tammy kucing kesayanganku. Pastinya meraka tambah curiga denganku kalau aku memang benar-benar gila.” Ocehnya dalam hati, karena kesal dengan orang-orang yang disekitarnya.
             Tak jauh dari keramaian teman-temannya, terdengar suara batuk wanita tua. Wanita itu taka sing adalah nenek Azkia. Ia berjalan menuju kearah neneknya. “Nenek sakit?” Tanya Azkia cemas melihat keadan neneknya  yang sedang kurang sehat itu. “Nenek tidak apa-apa nak,nenek baik-baik saja. Kamu jangan khawatirkan nenek”. Jawab nenek berusaha menenangkan cucunya. “Nenek, Azkia belikan obat ya,Azkia tidak mau nenek sakit. Nenek tunggu Azkia disini ya, Azkia akan segera kembali.” Azkia yang segera meninggalkan nenek untuk menuju apotik membeli obat.
            Ia berjalan setengah sambil berlari dikesunyian malam jalan raya itu. Sambil berjalan menuju apotik. Dalam perjalanan pulang. Azkia membuka tas dan mengambil kertas terakhir untuk dibuat bangau kertas.
            Azkia hanya terfokus pada bangau kertasnya. Ia tidak memperhatikan sekelilingnya. Keseriusannya membuat ia tak sadar bahwa tepat di depannya ada mobil yang melintas kencang. Dengan keadaan yang sudah tidak dapat dihindari mobil itu menabrak Azkia yang sedang lengah.
            Kecelakaan hebat itu pun terjadi.  Tubuh terpental jauh menghantam bangunan di pinggir jalan. Darah segar bercucuran keluar dri kening dan kepala bagian belakang Azkia. Jalan raya dipenuhi dengan darah segar Azkia dan dikelilingi oleh kierumunan orang yang datang untuk melihat dan menolongnya. Bangau kertas yang semula berwarna putih, kini berubah menjadi merah segar. Ratusan bangau kertas yang bewarna putih berhamburan keluar dari tasnya dan berubah warna menjadi merah, akibat darah Azkia yang menyelimutinya.
            Pengendara mobil yang tidak bertanggungjawab mulai meninggalkan Azkia di tengah kerumunan orang. Orang- orang yang berada di pinggir jalan hanya terdiam membisu dan tak dapat bertindak. Tetapi, sebelum Azkia benar-benar tak sadarkan diri, ia sempat mendengar suara mestiterius itu lagi. Suara itu membisikan kepadanya, “Percayalah, ia akan dating Azkia, datang untuk menghampiri dan menjemputnya”. Tak lama dari itu, ada salah-satu wanita paruh baya datang menghampiri tempat kecelakaan itu. Dan dilihatnya sedang tergeletak lemah tak berdaya tubuh seorang gadis yang tak lain adalah anaknya perempuannya.
            Sudah tiga hari Azkiatidak sadarkan diri. Ia terbaring lemas diruangan yang serba putih itu. Sedang duduk dua orang wanita tepat di samping Azkia, yang menemaninya selama tidak sadarkan diri yaitu, ibu dan neneknya. Nampak pucat wajah wanita tua itu. Karena rasa khawatir dan rasa cemas atas keadaan gadis kecil yang disayanginya.
            Pagi berganti siang, siangpun berganti malam. Gadis itu masih belum sadarkan diri dari tidur lamaya. Mega pun mulai menutupi terik sang surya di ufuk barat. Mata mungil nan indah itu mulai terbuka secara perlahan. Jemari Azkia mulai bergerak walau masih lemah.
            Ketika Azkia membuka kedua matanya, dilihatnya soksok wanita paruh baya nan cantik yang tak asing baginya, sedang berdiri dihadapannya sembari menggenggam tangannya. Ternyata wanita yang dilihatnya itu tidak lain adalah ibunya.
            “Anakku…bagaimana keadaanmu? Maafkan ibu nak, ibu tidak bisa menjadi seorang ibu yang baik, yang dapat menjaga anaknya dan membimbingnya. Selama ini ibu tidak bisa menemanimu nak, maafkan ibumu ini”. Dengan bercucuran air mata yang keluar dari kelopak matanya sembari menggenggam tangan anaknya.

            Dengan mata yang masih sayu , Azkia langsung bangkit dan memeluk tubuh ibunya sambil berkata,”ibu… Azkia merindukan ibu, jangan inggalkan Azkia bu, aku mohon ibu tetap disini bersamaku tetap di sampingku dan menemaniku”. Ujar Azkia dengan berlinang air mata yang bertahun-tahun tak pernah bisa terbendung. 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

INGAT WAKTU YA..

RUMAH BELAJAR

RUMAH BELAJAR
Belajar Dimana Saja

JATENG PINTAR

JATENG PINTAR
portal jawa tengah

Daftar Postingan

Diberdayakan oleh Blogger.

Statistik Penayangan

Recent Posts